Higanbana Mekar di Antara Dua Dunia

Di tepi sungai yang sunyi, di antara gugurnya daun dan angin yang mulai dingin, bunga higanbana mekar. Merah menyala seperti nyala api kecil di tengah dunia yang mulai kehilangan warna. Tidak beraroma, tidak berdaun, tapi justru di situlah keindahannya.

Bunga ini sering disebut “bunga perpisahan,” karena konon tumbuh di jalan menuju dunia arwah. Tapi mungkin, itu hanya cara alam memberi pesan bahwa keindahan tak selalu muncul di tempat yang ramai, dan tidak semua yang tumbuh di antara perpisahan berarti kesedihan.

Higanbana punya caranya sendiri untuk hadir. Ia tidak menunggu perhatian, tidak memaksa untuk dimengerti. Ia hanya mekar, pada waktunya. Dan ketika waktunya habis, ia pergi tanpa meninggalkan jejak selain warna yang tak mudah dilupakan.

Kadang hidup juga seperti itu. Ada hal-hal yang tidak perlu dikejar terlalu keras. Ada pertemuan yang hanya datang sekali, tapi cukup untuk meninggalkan kesan sepanjang waktu. Dan ada keindahan yang baru bisa kita lihat ketika kita berhenti memaksakan sesuatu untuk tetap tinggal.

Higanbana tidak takut mekar sendirian. Ia tahu, setiap musim akan datang dengan caranya masing-masing.
Begitu pula kita tidak perlu tergesa, tidak perlu menyesali yang sudah lewat.
Yang penting, ketika waktumu tiba untuk “mekar,” lakukan dengan sepenuh hati. Karena keindahan sejati bukan soal seberapa lama kita bertahan, tapi seberapa tulus kita hadir di saat yang tepat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *