Setelah semua persiapan panjang mulai dari pasang Ansible di control node, download playbook resmi Carbonio, sampai bikin inventory file yang rapi dan aman akhirnya tibalah di momen paling ditunggu: menjalankan Ansible playbook untuk meng-install Carbonio.
Buat saya pribadi, tahap ini terasa kayak menyalakan mesin besar untuk pertama kalinya. Semua puzzle yang tadi kita susun satu per satu sekarang digerakkan oleh Ansible. Tapi, sebelum buru-buru pencet tombol start, ada beberapa langkah penting yang harus dilakukan.
Langkah 1 – Cek Koneksi dengan Ansible Ping
Sebelum pasang service apa pun, saya selalu pastikan dulu semua node bisa dijangkau lewat SSH. Ansible sudah nyediain modul ping
untuk ini. Perintahnya sederhana:
ansible -i carbonio-inventory all -m ping -u root
Kalau semuanya aman, layar akan penuh dengan pong hijau dari setiap host. Itu tandanya control node sudah bisa komunikasi dengan baik ke semua server.
Tapi kalau ada yang UNREACHABLE, biasanya masalahnya seputar:
- SSH key belum terpasang di
/root/.ssh/authorized_keys
- Hostname belum resolve
- Firewall masih nutup port 22
Saya pernah ngalamin ketiganya, jadi tipsnya: lebih baik beresin dari awal biar nggak ganggu proses instalasi.
Langkah 2 – Jalankan Playbook Instalasi
Kalau semua node sudah saling “salam kenal”, barulah saya berani jalanin perintah utama:
ansible-playbook zxbot.carbonio_install.carbonio_install -i carbonio-inventory -u root
Di sini yang terjadi cukup magis:
- Ansible baca inventory file
- Mapping role ke server sesuai blueprint yang kita buat
- Install paket, konfigurasi service, bikin user, generate credential
Proses ini biasanya makan waktu 10–20 menit (tergantung spesifikasi server dan internet). Jadi biasanya saya tinggalin dulu sambil bikin kopi. 😁
Begitu selesai, playbook akan kasih ringkasan:
- Semua aksi yang udah dijalankan
- Lokasi file credential yang otomatis tersimpan di folder inventory
- Notifikasi kalau ada role yang dilewati (misalnya docs server nggak dipakai)
Membaca Output Ansible: Jangan Panik Kalau Ada Warna
Saat playbook jalan, layar bakal penuh warna. Awalnya mungkin bikin bingung, tapi sebenarnya sederhana:
- 🟢 Hijau (ok) – tugas udah selesai atau nggak butuh perubahan
- 🟡 Kuning (changed) – ada perubahan (misalnya paket baru terpasang) → ini normal
- 🔴 Merah (failed) – ada yang gagal → periksa detail error
- 🔵 Biru (skipping) – dilewati karena nggak relevan di host tertentu
- ⚫ Abu-abu – pesan informasi tambahan
Yang paling penting, kalau ada yang gagal, jangan panik. Ansible itu idempotent, artinya dia ingat progress terakhir. Jadi kalau playbook berhenti di tengah jalan, cukup perbaiki error-nya (contohnya repo nggak ketemu atau DNS gagal), lalu jalankan ulang perintah yang sama.
Langkah 3 – Amankan Credential
Begitu proses instalasi beres, di folder carbonio-inventory
kita bakal nemu beberapa file tambahan yang otomatis dibuat playbook. Isinya credential penting, antara lain:
- Consul Mesh & Service Discovery
- Directory Server
- Database Server
File-file ini wajib dijaga rapat-rapat. Karena selain dipakai saat instalasi, nanti juga dibutuhkan buat proses update infrastruktur di masa depan.
Menjalankan Carbonio Ansible Playbook ini ibarat tahap “big bang” dari seluruh proses setup. Dari sekadar barisan teks inventory, sekarang seluruh layanan Carbonio sudah hidup tersebar di node yang kita tentukan.
Bagi saya, momen ini selalu jadi highlight: duduk manis, lihat deretan TASK [ … ] bergulir di layar, dan beberapa menit kemudian boom! punya environment Carbonio yang siap diuji.