Pada Akhirnya, Kita Semua Sendiri

Ada masa di hidup kita ketika semuanya terasa ramai.
Teman-teman ada di mana-mana, tawa terdengar di setiap sudut, dan hari-hari terasa padat dengan obrolan, rencana, dan candaan tanpa arah. Tapi seiring waktu berjalan, perlahan semua mulai berkurang bukan karena sesuatu yang salah, tapi karena memang begitulah hidup.

Kita tumbuh, lalu pelan-pelan berjalan ke arah yang berbeda.
Ada yang sibuk mengejar kariernya, ada yang tenggelam dalam keluarga baru, dan ada juga yang tiba-tiba hilang tanpa kabar, bukan karena benci, tapi karena dunia mereka kini sudah berbeda dengan dunia kita. Dan tanpa sadar, kita mulai terbiasa duduk sendirian, menatap layar ponsel yang semakin sepi, menunggu pesan yang tak lagi datang.

Lucunya, dulu kita kira kesendirian itu menakutkan. Kita kira hidup akan hampa tanpa orang-orang di sekitar kita. Tapi ternyata, ada tenang yang cuma bisa ditemukan saat kita benar-benar sendiri. Saat malam datang dan cuma suara kipas angin yang terdengar, atau saat pagi hari kita bikin kopi tanpa buru-buru, lalu sadar… hidup nggak seburuk itu juga.

Sendiri bukan berarti kesepian.
Kadang, sendiri justru bikin kita kenal siapa diri kita sebenarnya. Kita jadi tahu apa yang bikin tenang, apa yang bikin gelisah, siapa yang benar-benar penting, dan siapa yang hanya datang ketika butuh sesuatu. Di titik ini, kita mulai paham bahwa nggak semua orang bisa tetap di sisi kita, dan itu nggak apa-apa. Karena pada akhirnya, bukan tentang siapa yang pergi, tapi tentang bagaimana kita tetap berjalan meski tanpa mereka.

Ada orang yang datang, membuat cerita indah, lalu pergi begitu saja. Ada juga yang bertahan sedikit lebih lama, tapi tetap saja suatu hari harus pergi juga. Namun dari semuanya, ada satu yang selalu tinggal diri kita sendiri. Yang tetap di sini, yang tahu semua luka dan tawa yang pernah kita lewati.

Mungkin memang begitulah akhir dari setiap perjalanan: kesendirian. Tapi bukan dalam arti menyedihkan. Lebih seperti… ketenangan setelah badai panjang. Tempat di mana kita berhenti mencari validasi dari orang lain dan mulai cukup dengan diri sendiri. Di sana, kita belajar bahwa tidak apa-apa untuk diam, tidak apa-apa tidak selalu punya teman bicara, tidak apa-apa hanya duduk menatap langit sore tanpa siapa-siapa di sebelah kita.

Karena sejatinya, semua orang akan tiba di titik ini.
Titik di mana kita sadar bahwa hidup bukan soal berapa banyak orang yang menemani, tapi seberapa damai kita bisa hidup dengan diri sendiri.

Dan ketika malam datang, tak ada lagi ketakutan akan sepi.
Hanya ada satu kesadaran yang perlahan tumbuh: bahwa meski akhirnya kita semua akan sendiri, bukan berarti kita tidak bahagia. Kadang, justru di situ kita benar-benar hidup.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *